Antara Iman dan Dosa

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

وَعَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ” مَا اْلإِيْمَانُ قَالَ إِذَا سَرَّتْكَ حَسَنَتُكَ وَسَاءَتْكَ سَيْئَتُكَ فَأَنْتَ مُؤْمِنٌ قَالَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ فَمَا الإِثْمُ قَالَ إِذَا حَاكَ فِيْ نَفْسِكَ شَيْءٌ فَدَعْهُ ” . رواه أحمد

Kosa Kata

حَاكَ: membuat keraguan

فَدَعْهُ : Tinggalkanlah.

Terjemah

Dari Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu sesungguhnya seorang telah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah iman itu?” Beliau menjawab: “Apabila kebaikanmu menggembirakanmu dan kejelekannya menyusahkanmu, maka kau seorang mukmin.” Ia bertanya lagi: “Wahai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apa itu dosa?” Beliau menjawab: “Apabila sesuatu membuat ragu dalam dirimu maka tinggalkanlah!”

Takhrij

Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab al-Musnad dan dinilai shahih oleh Syekh al-Albani dalam kitab Shohih al-Jaami’ no 484.

Syarah Hadis

Hadis yang agung ini menjelaskan bahwa seorang muslim yang benar-benar beriman memiliki keistimewaan dapat membedakan perbuatan yang dilakukannya. Demikianlah Allah anugerahkan hal ini karena ketakwaan yang senantiasa ia jaga dan perbaiki. Anugerah ini merupakan janji yang Allah sampaikan dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan (pembeda antara kebenaran dan kebatilan).” (QS. al-Anfaal 8:29)

Imannya membuat dirinya merasa gembira, suka cita, dan lapang ketika mengerjakan ketaatan dan kebaikan yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Sebaliknya ia merasa sempit dada dan susah apabila melaksanakan kemaksiatan dan kejahatan, yang memutuskan dan menjauhkan dirinya dari Allah.

Iman tersebut membuatnya selalu berpegang teguh kepada kebenaran, tenteram, dan senantiasa selalu condong kepadanya. Di samping itu apabila ada dosa yang bersemayam di dalam dirinya ia selalu berusaha untuk melepaskan dirinya dan gelisah tidak bisa tenang.

Demikian kalbu seorang mukmin yang dipenuhi iman dan terbina di atas keimanan. Selalu merasa tenang bila mendapatkan kebaikan dan ketaatan dan selalu ragu dan malu bila berbuat kemaksiatan dan dosa.

Hadis ini juga dijelaskan dalam hadis lainnya dari an-Nuwaas bin Sam’aan radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda:

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

“Kebaikan adalah akhlak yang mulia dan dosa adalah yang membuat keraguan di dadamu (kalbumu) dan kamu tidak suka orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim)

Keistimewaan kalbu mukmin yang dipenuhi iman ini dijadikan sebagai standar oleh Rasulullah dalam mengenal kebaikan, sebagaimana diperintahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang mulia Waabishah radhiyallaahu ‘anhu:

يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَالْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ اْلقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِيْ القَلْبِ

“Wahai Waabishah tanyalah kalbumu! Kebaikan adalah yang jiwa dan kalbu tenteram dengannya dan dosa adalah yang membuat keraguan di kalbu.” (HR. at-Tirmidzi dan dinilai hasan lighairihi oleh Syekh al-Albani dalam kitab Shohih at-Targhib wa at-Tarhib hadis no. 1734)

Oleh karena itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Abu Umamah ini memerintahkan kita untuk meninggalkan semua yang diragukan oleh kalbu kita.

Mari perbaiki kalbu kita dengan ketakwaan sehingga memiliki filter terhadap semua perbuatan dosa baik yang jelas maupun yang samar.

Faedah Hadis

  1. Keutamaan seorang mukmin yang dipenuhi dengan ketakwaan.
  2. Seorang muslim dalam masalah agama dan ibadah hendaknya melakukan perkara-perkara yang sudah jelas dan tenteram di kalbunya dan meninggalkan semua perkara yang tidak jelas dan meragukan.
  3. Seorang mukmin yang bertakwa kepada Allah dan takut kepada-Nya memiliki filter dalam mengenal kebenaran dan kebatilan dan sangat peka dengan perkara-perkara yang tidak jelas dalam agamanya.
  4. Semangat para sahabat dalam mengenal perkara halal dan haram serta perkara agama lainnya, sehingga mereka selalu di atas ilmu dalam setiap amalannya.

Leave a Reply